Rabu, 11 November 2009

Semngadh green Peace...!!

Mission Possible: Menghidupkan Kembali Lahan Gambut
Posted in Greenpeace, Hutan, Kamp Pembela Iklim, Riau, Teluk Meranti, UNFCCC, iklim by bloggree on the November 6th, 2009

Cerita dari Hikmat Soeriatanuwijaya di Kamp Pembela Hutan

Saya berada di kawasan gambut Semenanjung Kampar, setengah jam perjalanan dengan perahu motor dari Kamp Pembela Iklim (Climate Defender Camp) Greenpeace di Teluk Meranti, Semenanjung Kampar, Propinsi Riau.

Sepanjang mata memandang adalah semak belukar, rumput tinggi, beberapa batang pohon, dan semak belukar lagi. Ah, ini bukan hutan alam!
(peatland in Teluk Meranti)

Saya di sini, di Semenanjung Kampar yang punya hutan alam seluas 700.000 hektar, menyimpan kandungan karbon hingga dua miliar ton. Oh, ya, saya ingat sekarang, data terakhir menunjukkan bahwa hampir setengah hutan di Semenanjung Kampar, tepatnya 300.000 hektar sekarang telah hancur untuk dijadikan perkebunan.

Dan tempat saya berada saat ini pasti salah satu dari 300.000 hektar yang kita bicarakan itu. Gambut yang ada di daerah ini rusak akibat kanal yang dibangun beberapa tahun lalu untuk kegiatan penebangan liar (illegal logging). Sekarang kegiatan penebangan liar itu sudah diberantas, tetapi kanal-kanal itu masih ada, terus mengeringkan dan merusak gambut yang ada di sekitarnya.

Di sebuah kanal, saya melihat sekitar 50 aktivis Greenpeace dan masyarakat setempat bekerja keras membangun bendungan. Di bawah komando dari Petteri, action coordinator yang berasal dari Finlandia, bendungan itu tampak sangat kokoh menghalau aliran air kanal dan memastikan hutan gambut tetap terjaga. Mereka sudah menyelesaikan dinding pertama dan mulai membangun dinding berikutnya.





first damm at Teluk Meranti

“Greenpeace bersama masyarakat setempat bekerja sama membangun bendungan ini untuk menghentikan emisi gas rumah kaca dan memulihkan ekosistem di tempat ini,” jelas Petteri.

Menghentikan emisi gas rumah kaca! Mengembalikan tempat ini ke kondisi normal layaknya hutan alam! Pekerjaan besar, harapan yang sangat besar mengingat ditempat ini telah terjadi kerusakan yang lumayan parah.

Tetapi ini bukan Mission Impossible! Apa gunanya merencanakan sebuah misi jika kita sudah merasa tidak mungkin berhasil?

Sebut saja ini sebagai Mission Possible, atau lebih baik lagi, Mission of Hope. Karena seberapa sukar upaya ini, selalu ada secercah harapan untuk memperbaikinya.

Karena ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa apa yang dikerjakan Greenpeace dan masyarakat di sini, benar-benar bisa mengembalikan kondisi lahan gambut di sekitarnya.

“Sebagian besar karbon yang terlepas dari lahan gambut adalah hasil dari proses pengeringan sehingga tanahnya atau pohonnya bisa digunakan,” ujar Profesor Jonotoro, seorang ahli tanag gambut.

Profesor Jonotoro telah berpartisipasi dalam upaya-upaya Greenpeace untuk menghentikan deforestasi sejak beberapa waktu lalu. Pria ramah ini sangat prihatin dengan masa depan Semenanjung Kampar.

Kami berbincang di pinggir kanal, dengan latar belakang pekerjaan bendungan terus berlangsung. Jonotoro adalah orang yang paling tepat untuk diajak diskusi tentang lahan gambut. Dia adalah salah satu ahli gambut yang dipunyai Kementerian Kehutanan, dan pengajar di Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.

Menurut Jonotoro, tanah gambut terdiri dari material organik yang belum terdekomposisi secara sempurna, dan mengandung air. Oleh sebab itu gambut dapat mengikat karbon dalam jumlah besar. Semakin dalam tanah gambut makin banyak karbon yang dia kandung. “Ketika level permukaan air menurun, maka makin banyak stok karbon yang terlepas ke atmosfer.”

Tidak hanya berdampak buruk pada ekosistem, jika terbakar gambut bisa membara hingga berminggu-minggu. Api yang bisa dipadamkan hanya di permukaan, tetapi di bawah tanah tetap terbakar sehingga akan muncul lagi beberapa hari kemudian. Seperti bara yang terus hidup.

”Dengan membangun bendungan kami berharap dapat mengembalikan lahan gambut ke kondisi hutan alam semula, sehingga ekosistem bisa kembali hidup di sini,” jelas Jonotoro.

Jadi Profesor, bisa Anda jelaskan seberapa parah kerusakan di daerah ini? Dan jika bendungan ini selesai, berapa lama proses restorasi akan mulai menampakkan hasil?

Jonotoro terdiam dan menatap saya dengan tajam. Saya khawatir dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut karena saya sudah banyak bertanya mulai saat kami berangkat meninggalkan kamp. Tetapi tidak, dia mengambil topi lapangannya dan berkata: “Ikut dengan saya!”

walking at peatland

Kami kemudian berjalan lebih dalam. Kami harus hati-hati karena tanah gambut sangat tidak stabil. Seperti berjalan di atas busa. Bustar, Jurukampanye Hutan kami sempat terjatuh saat menyeberangi jembatan kayu. Tetapi dia tidak terluka. 20 menit berjalan, kami tiba di area yang dikelilingi rumput setinggi kepala. Di tempat itu ada pipa ukur dan Jonotoro memeriksanya dengan memasukkan kayu ke dalamnya.

“Ini kering. Tingkat air di tempat ini makin menurun,” ujarnya. Dia mengambil alat ukurnya dan berseru: “50 sentimeter.”

“Kondisi water table terbaik untuk lahan gambut adalah 20 hingga 0 sentimeter, yang berarti dalam keadaan tergenang. Jika lahan gambut bisa mencapai kondisi ini, maka lingkungannya bisa pulih kembali.”

Biasanya, kita mulai bisa melihat manfaat dari bendungan ini untuk ekosistem sekitar tiga bulan lagi. “Tetapi hasilnya tergantung banyak faktor. Yang jelas bendungan ini akan menghasilkan sesuatu yang positif.”

Ya, Profesor, harus.

Hikmat Soeriatanuwijaya
Media Campaigner di Kamp Pembela Iklim

sumber http://blog.greenpeace.or.id/

Tidak ada komentar:

NicKy GhitU says saran dan pesan pliss chat in buku tamu,thanks